Jumat, 15 Juli 2011

Ekonomi politik Regional



ASEAN sebagai Sarana Diplomasi Indonesia mencapai Ketahanan Regional demi Pembangunan Ekonomi Nasional

 

 

DI SUSUN OLEH





























DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

BAB I
PENDAHULUAN
            I.I latar Belakang
            I.2 Pertanyaan Masalah
            I.3 Kerangka Konsep

BAB II
II.1. ISI
II.1.a. Awal Terbentuknya ASEAN
II.1.b. Sikap Indonesia Pada Masa Awal Pembentukan ASEAN
II.1.c. Peran Indonesia dalam Menciptakan Stabilitas Regional Melalui            
ASEAN
II.2. Analisis

BAB III
KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA



           








KATA PENGANTAR

Krisis yang melanda kawasan Asia Tenggara pada hakekatnya merupakan krisis ekonomi. Meski demikian pengaruhnya bagi seluruh kawasan ternyata juga bersifat politik dan keamanan. Dalam dunia yang semakin terbuka dan tergantung satu sama lain pengaruh tersebut jelas semakin kuat, berkaitan dengan itulah upaya pembinaan dan pemeliharaan stabilitas politik dan keamanan regional akan tergantung pada keberhasilan masing-masing negara dalam mengurus  rumah tangganya sendiri. Dalam konteks ASEAN, masalah good governance dan pembentukan civil society perlu segera diwujudkan oleh seluruh negara anggotanya agar dapat meningkatkan kredibilitas dan respectability di mata dunia internasional
Stabilitas regional adalah alasan utama yang mendasari keberadaan ASEAN, Indonesia melalui ASEAN telah menunjukkan perubahan dalam posisi (stance) yang konfrontatif menjadi kooperatif dalam dunia internasional, dan hal tersebutlah yang akan terus memacu indonesia untuk terus berupaya dalam diplomasi guna menjaga stabilitas perekonomian regional sebagai perwujudan terbentuknya ketahanan ekonomi regional.

















BAB I

PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Warisan Orde Lama yang ditinggalkan oleh rezim Soekarno ternyata cenderung membawa citra buruk terhadap nama Indonesia di mata internasional. Kasus-kasus seperti konfrontasi dengan Malaysia dan poros politik luar negeri Indonesia yang cenderung mengarah ke kiri merupakan contoh posisi konfrontatif Indonesia yang membuat posisi bargaining politik Indonesia menjadi semakin sulit ditambah lagi inflasi yang sangat tinggi menimbulkan instabilitas ekonomi dalam negeri.
Tugas berat yang diamanatkan oleh rezim Orde Lama kepada Orde Baru ini tentunya memiliki tanggung jawab yang besar terhadap nasib bangsa Indonesia. Fokus utama yang harus dilakukan oleh bangsa Indonesia ialah bagaimana cara memperbaiki citra Indonesia di mata dunia supaya dapat menjalin kerjasama internasional terutama dalam bidang ekonomi yang menjadi fokus utama diplomasi pada masa Orde Baru.
Demi mencapai kepentingan nasionalnya, Indonesia harus terlebih dahulu memfokuskan perbaikan citra (image) di mata dunia, di mana Indonesia berusaha memprakarsai isu besar yaitu menjadi salah satu prakarsa dalam pendirian ASEAN. Hal ini dilakukan Indonesia supaya image Indonesia dapat berangsur-angsur pulih, sehingga dapat membantu pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Lewat ASEAN, Indonesia berharap dapat menunjukkan orientasi baru kebijakan luar negerinya kepada dunia dan sebagai langkah awal untuk mencapai stabilitas regional guna membangun ketahanan ekonomi regional.

I.2. Pertanyaan Makalah
Berdasarkan latar belakang di atas makalah ini mencoba menjawab pertanyaan,  bagaimana diplomasi Indonesia dalam mengupayakan ASEAN sebagai sarana yang dipakai Indonesia untuk menjaga stabilitas regional yang berdampak pada ketahanan ekonomi regional dengan menggunakan konsep ketahanan regional (regional resilience).



I.3. Kerangka Konsep
Konsep ketahanan nasional (national resilience) merupakan konsep yang diperkenalkan oleh Presiden Soeharto untuk meningkatkan kapabilitas suatu negara dan juga masyarakat di dalamnya dalam berbagai bidang dengan usaha-usaha nasional untuk mempertahankan negaranya tetap aman dan dalam waktu yang bersamaan mempertahankan identitas nasionalnya. Ketahanan nasional ini juga dapat diartikan sebagai kondisi dinamis suatu bangsa yang mampu mengembangkan kekuatan secara nasional untuk menghadapi tantangan, hambatan, ancaman, dan gangguanyang datang, baik dari dalam maupun dari luar, yang langsung atau tidak langsung akan membahayakan identitas, integritas, dan kelangsungan hidup bangsa.
Pentingnya ketahanan nasional (national resilience) yang ditunjang oleh keamanan dan stabilitas domestik ini kemudian diadopsi oleh kawasan regional melalui keberhasilan Presiden Soeharto dalam memasukkan konsep national resilience menjadi ketahanan regional (regional resilience) ke dalam Bali Concord pada 1976 dan ke dalam Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia (TAC). Konsep regional resilience dalam suatu kawasan bukanlah suatu hal yang sederhana. Untuk mentransformasikan national resilience menjadi regional resilience diperlukan komitmen yang kuat dalam melakukan kerjasama regional yang terutama tercermin dalam kerangka kerja suatu organisasi.


BAB II
PEMBAHASAN
II.1. ISI
II.1.a. Awal Terbentuknya ASEAN
Regionalisme Asia Tenggara dan politik luar negeri Indonesia pertama kali dimunculkan Dr. Abu Hanifah ketika Asian Relation Conference berlangsung di New Delhi tahun 1947 yang muncul sebagai jawaban atas kepercayaan para anggota delegasi Asia Tenggara bahwa negara-negara besar seperti India dan Cina tidak dapat diharapkan untuk mendukung perjuangan nasional mereka. Regionalisme di kawasan Asia Tenggara ini bermula dari rasa ketidakpercayaan diri negara-negara di kawasan tersebut untuk melawan penjajah dan untuk memperjuangkan negara mereka dari penjajah tanpa adanya usaha bersama dalam satu kawasan.
Pada awalnya untuk menciptakan rasa percaya di antara sesama negara-negara di kawasan Asia Tenggara bukanlah suatu hal yang mudah, hal ini di dasari oleh bukti historis akan adanya konflik-konflik yang pernah terjadi di masa lalu misalnya konfrontasi Indonesia dengan Malaysia, konflik teritorial antara Malaysia dan Filipina mengenai wilayah Sabah, dan juga berpisahnya Singapura dari negara federasi Malaysia.
Namun pada akhirnya rasa curiga ini mereda yang membawa dampak positif terhadap pembentukan kerjasama regional di Asia Tenggara. Pertemuan-pertemuan konsultatif yang dilakukan secara intensif antara para Menteri Luar Negeri Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand menghasilkan rancangan Joint Declaration, yang mencakup kesadaran akan perlunya meningkatkan saling pengertian untuk hidup bertetangga secara baik serta membina kerjasama yang bermanfaat di antara negara-negara yang sudah terikat oleh pertalian sejarah dan budaya.[5]
Ternyata hasil rancangan Joint Declaration tersebut mendatangkan hasil yang tidak sia-sia. Atas prakarsa lima negara pendiri yaitu Indonesia, Malaysia, Singapura, Filipina, dan Thailand terciptalah sebuah Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (Association of South East Asian Nations/ASEAN) pada tanggal 8 Agustus 1967 melalui Deklarasi Bangkok. Awal terbentuknya ASEAN ini masih terfokus kepada pembangunan rasa saling percaya (confidence building) untuk menggalang kerjasama yang kooperatif namun belum integratif. Setelah rasa percaya antara negara-negara anggota terbangun maka akan lebih mudah untuk melakukan kerjasama di berbagai bidang.

II.1.b. Sikap Indonesia Pada Masa Awal Pembentukan ASEAN
Indonesia melalui ASEAN telah menunjukkan perubahan dalam posisi (stance) yang konfrontatif menjadi kooperatif dalam dunia internasional. Tindakan kooperatif Indonesia ini sedikit demi sedikit telah memperbaiki citra Indonesia di mata internasional. Hal ini dapat ditunjukkan dengan peran Indonesia di ASEAN yaitu:
1.   Sikap Presiden Soeharto yang tidak ingin mendominasi dan mempromosikan equality. Hal ini dapat dilihat dari sikap Presiden Soeharto yang menolak dijadikan sebagai “Father of ASEAN” yang mengakibatkan meningkatnya kepercayaan antar negara anggota.
2.   Selain itu Presiden Soeharto juga mencetuskan konsep ketahanan nasional (national resiliance) yang mengatakan, “I feel that national resiliance is only answer to the challenges posed by a world still dominated by tension...” Konsep di atas pada akhirnya menjadi konsep penting yang diadopsi oleh ASEAN di mana konsep ketahanan domestik suatu negara menjadi prioritas ASEAN dengan melihat bahwa ketahanan regional dapat tercapai apabila ketahanan nasional juga tercapai.
3.   Perubahan dalam arah kebijakan Politik Luar Negeri Indonesia yang mengakibatkan Indonesia lebih membuka diri terhadap negara-negara lain. Dengan demikian hal ini menunjukkan bagaimana Indonesia berusaha melakukanmulti track diplomacy untuk mengembalikan kredibilitasnya di mata regional dan internasional.
4.   Adam Malik dan beberapa diplomat Indonesia lainnya ikut berpartisipasi dalam menyusun paper concept dalam ASEAN. Selain itu mereka juga berpartisipasi dalam mempromosikan ASEAN dengan cara berkeliling mengunjungi ibu kota negara-negara di Asia Tenggara. Keberhasilan lain yang telah dilakukan oleh Indonesia yaitu dalam mempersatukan ASA (Association of Asia) dengan ASEAN pada tanggal 28-29 Agustus 1967.
5.   Posisi strategis politik luar negeri Indonesia berhasil menarik anggota baru untuk ikut bergabung ke dalam ASEAN dan juga mendirikan stabilitas antar anggotanya. Hal ini dapat terlihat misalnya ketika terjadi invasi oleh Vietnam di Kamboja 1970 dan 1980.  Berkat ikatan kuat antara Indonesia dan Vietnam akhirnya Jakarta Informal Meeting dapat terlaksana.
6.    Indonesia juga menjadi tuan rumah dalam deklarasi ASEAN di Bali (Bali Concord) dan Treaty of Amity and Cooperation (TAC) pada tanggal 24 Februari 1976. Serta demi menunjukkan komitmennya, Indonesia masih tetap hadir dalam ASEAN Summit ke-3 di Filipina walaupun sedang terjadi ketidakstabilan politik di Indonesia. Wujud nyata  kehadiran Indonesia pada waktu itu memicu negara lain untuk datang sehingga konferensi itu tetap berlanjut. Hal-hal tersebut merupakan bukti nyata bahwa Indonesia telah menunjukkan partisipasi aktifnya demi tericiptanya solidaritas di dalam kawasan ASEAN.
Usaha-usaha yang dilakukan oleh Indonesia melalui ASEAN dapat membantu mengembalikan dan menjaga kredibilitas Indonesia di mata dunia internasional. Di mana pada saat itu, kebijakan luar negeri konfrontatif dari Presiden Soekarno, misalnya konfrontasi dengan Malaysia, membangun image buruk terhadap Indonesia sebagai negara expansionist dan agresif, sehingga hal itu sangat berpengaruh pada perkembangan ekonomi dalam negeri. Untuk mengembalikan perkembangan ekonomi dan stabilitas politik, maka arah dalam kebijakan luar negeri harus dijadikan suatu meansuntuk menarik bantuan ekonomi dan investasi yang berasal dari pihak asing. Dengan adanya ASEAN, Presiden Soeharto berusaha untuk mengembalikan kredibilitas Indonesia di antara negara ASEAN dan menjadi simbol nyata komitmen Indonesia dalam mengubah citra diri di mata internasional. Dalam hal ini ASEAN sangat membatu Indonesia dalam menciptakan image baik sebagai negara berkembang yang damai dan mempunyai stabilitas politik kepada negara pendonor dan investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia.

II.1.c. Peran Indonesia dalam Menciptakan Stabilitas Regional Melalui ASEAN
Stabilitas regional adalah alasan utama yang mendasari keberadaan ASEAN, di mana faktor keamanan dianggap penting untuk mempertahankan kesinambungan pembangunan. Akan tetapi, bukan berarti ASEAN merupakan sebuah pakta pertahanan, namun lebih ke arah bagaimana ASEAN dapat mencapai tujuan utamanya melalui regional “peace and stability”, melalui penghargaan atas keadilan dan hukum antar negara. Bagi Indonesia, diplomasi ASEAN dimanfaatkan sesuai dengan keadaan pada saat itu, di mana setelah pergantian kepemimpinan oleh Presiden Soeharto, kepemimipinan Orde Baru memiliki dua sasaran utama, yang pertama yaitu pengembangan ekonomi yang hancur dan pengakhiran kebijakan luar negeri dan stances yang konfrontasional. Kemudian yang kedua adalah pengakhiran konfrontasi dengan Malaysia dan membantu mempererat hubungan baik dengan negera tetangga, yang dianggap penting untuk mencapai sasaran utama.
Masalah keamanan dengan prinsip “Ketahanan nasional” yang dibawa ke dalam forum ASEAN menjadi “ketahanan regional” ini pertama kali dibicarakan dalam pertemuan pemimipin ASEAN tahun 1976 di Bali yang menghasilkan ASEAN Concord danTreaty of Amity and Cooperation (TAC) di Asia tenggara. Inti dari hasil pertemuan ini menegaskan tentang pentingnya prinsip ketahanan negara diterapkan dalam kebijakan masing-masing negara yang akhirnya menghasilkan ketahanan regional. Interprestasi  dalam perjanjian  ini menegaskan tentang pendekatan keamanan di ASEAN tentang tugas masing-masing negara untuk bertanggung jawab mereduksi ancaman terhadap kestabilan keamanan negaranya yang juga berpengaruh terhadap kestabilan keamanan regional.
Di dalam menciptakan stabilitas regional Indonesia cenderung memiliki kepentingan besar dengan ASEAN sebagai perhimpunan bangsa-bangsa di Asia Tenggara sebagai pencipta stabilitas keamana regional yang dapat ditempuh dengan cara:
1.     ZOPFAN (Zone of Peace Freedom and Neutrality), di mana forum ini merupakan bentuk joint actions  untukmemastikan kondisi keamanan dan kedamaian, untuk menciptakan rasa aman dan respect, serta mencegah konflik antar negara ASEAN supaya tidak berlanjut, maka dari itu ZOPFAN dideklarasikan atas cerminan Non-interference policy. Walaupun pada akhirnya penafsiran terhadap ZOPFAN ini berbeda-beda oleh setiap negara sesuai dengan kepentingan nasionalnya masing-masing. Contohnya Indonesia menafsirkan ZOPFAN ini sebagai ketahanan regional yang dikembangkan melalui pembinaan ketahanan nasional masing-masing anggota ASEAN.
 2.     Treaty of Amity and Cooperations (TAC) yang diselenggarakan pada tanggal 24 Februari 1976 di Indonesia. Inti dari perjanjian ini adalah bentuk komitmen dari negara-negara anggota ASEAN atas non-interferenceterhadap kebijakan politik internal dan juga penyelesaian konflik secara damai melalui pembentukan High Council of Ministerial-Level Representatives (sejenis peradilan tingkat ASEAN). Dalam framework yang sama, TAC diproposalkan oleh Indonesia supaya tercipta rasa aman karena ZOPFAN dianggap tidak terlalu mengikat sehingga perlu diadakan komitmen tambahan yaitu dengan adanya TAC. Selain itu, TAC juga menyediakan legal framework  bagi pelaksanaan keamanan hubungan ekonomi. Selain mengadakan TAC, ASEAN juga mengadakan banyak program keamanan, misalnya Nuclear Weapons Free Zone, ASEAN regional Forum, Forum of Defence Ministers, etc, yang mana fokus diplomasi Indoenesia disini adalah mencapai keamanan regional untuk pembangunan ekonomi.
ASEAN juga menciptakan keharmonisan dan stabilitas regional antar negara anggota ASEAN dengan cara membangun rasa percaya (confidence building) di antara sesama negara anggota. Hal ini sangat membantu untuk menjaga keamanan regional, yang tercermin dalam Treaty of Amity and Cooperation in South East Asia (TAC) yang ditandatangani di Bali 1976. ASEAN memang bukan organisasi keamanan, namun berfungsi sebagai security buffer, di mana bagi Indonesia, ASEAN telah mengurangi danger zone dalam wilayah kawasan. Walaupun ASEAN tidak selalu berhasil dalam mencegah konflik bilateral, namun dengan adanya ASEAN, konflik potensial dapat mencegah terjadinya perang terbuka. Posisi penting ASEAN untuk menjaga keamanan regional merupakan salah satu faktor penting untuk membantu perkembangan ekonomi dalam negeri karena jika stabilitas ekonomi tidak akan dapat tercapai jika stabilitas keamanan regional terganggu.
Lebih jauh lagi, keamanan regional yang diciptakan ASEAN tercipta melalui kerjasama militer antar negara. Hal ini terimplementasi melalui prinsip Non-Interference Policy yang sangat dipegang oleh ASEAN, serta pendirian ZOPFAN (Zone of Peace Freedom and Neutrality), serta South East Asian Nuclear Weapon Free Zone, yang keduanya paling tidak meningkatkan rasa percaya (trust) antar negara anggota. Hal ini membuat Indonesia bisa lebih fokus pada masalah dalam negeri, misalnya gerakan penentang pemerintah maupun gerakan seperatisme. Hal ini membuat masalah dalam negeri bisa teratasi dan menciptakan kondisi yang kondusif untuk masuknya investasi asing.

II.2. Analisis
Security community merupakan suatu pemikiran pengintegarasian negara-negara karena persamaan rasa satu komunitas yang bertujuan untuk mencapai dan memastikan terciptanya keamanan diantara komunitas tersebut, yang bisa berbentuk institusi dan aksi formal atau informal. Dalam  membahas konteks keamanan, ASEAN dari awal terbentuknya menganut konteks keamanan komprehensif. Menurut Lizee dan Peou, pendekatan keamanan komprehensif ASEAN berdasarkan pernyataan bahwa masalah keamanan di ASEAN tidak hanya mengenai ancaman militer dari luar, tetapi juga mencapai pembangunan ekonomi dan sosial dalam negeri masing-masing. Pemikiran ini merupakan pengaruh dari doktrin keamanan Indonesia dalam masa pemerintahan Soeharto tahun 1973 yaitu dalam konsep “ketahanan nasional”. Dalam konsep ini berarti bahwa pertahanan tiap negara dalam semua elemen pembangunan secara keseluruhan, yaitu ideology, politik, ekonomi, sosial budaya dan militer. Prinsip ini lebih fokus terhadap ancaman non-traditional daninward-looking security dibanding ancaman tradisional seperti ancaman militer yang datang dari luar, melalui pembangunan ekonomi dan sosial domestik untuk menciptakan stabilitas regional. Kestabilan keamanan regional berpengaruh terhadap terciptanya situasi kondusif bagi kegiatan ekonomi suatu negara dan berdampak terhadap kerjasama perdagangan terutama di kawasan Asia Tenggara.

Tidak ada komentar: